Argumentum in absurdum. Entah dengan The PanasDalam Bank-nya atau di dalam buku Dilan karangannya, Pidi Baiq adalah seorang fenomenal. Seorang yang berhasil membuat kita menertawakan diri sendiri dengan segala ke-absurd’an logikanya yang khas. Coba dengarkan lirik-lirik The PanasDalam di lagu “Jane”, “Cita-Citaku” dan “Djatinangor” sebagai intro perkenalan terhadap dirinya.

Tetapi selain sebagai pencipta lagu “abstrak” yang ulung, dia ternyata juga seorang penulis super romantis, cobalah berkenalan dengan karakter “Dilan” dalam buku “Dilan” dan “Milea” karangannya. Seorang teman bernama Ririn “Ren”, pegiat teater dan puisi bahkan pernah merasakan efeknya. “Aku jadi punya standar baru untuk sebuah laki-laki, which is impossible untuk ada di dunia ini,” katanya kepada saya. “Novel ini menciptakan sebuah fenomena tersendiri di kalangan remaja, mau tak mau harus diakui,” lanjutnya.

Lalu ketika mendengar ada sebuah event bernama National Event: Trash to Cash pada tanggal 14 Mei 2017 yang menghadirkan Pidi Baiq, sayapun antusias menyambutnya. Bukan apa-apa, sampai saat itu saya belum pernah melihat keabstrakan Pidi Baiq secara langsung. Beberapa spoiler tentang Pidi Baiq hanya bisa saya dengar dari testimoni seorang teman yang dulu pernah mengunjungi RTPD (Republik The PanasDalam) miliknya.

Tetapi lebih mengagetkan lagi, acara ini digagas oleh para mahasiswa baru UMM. Sebuah keberanian tentunya setelah “hanya” merasakan bangku kuliah selama 1 tahun terakhir, lalu mengadakan sebuah acara dengan label “Nasional”. Tentunya acara ini akan menarik juga untuk dilihat.

Bertempat di Aula Rumah Sakit UMM lantai 5, acara ini terlebih dahulu dibuka dengan penampilan band dari teman-teman panitia. Menyanyikan lagu-lagu cover dengan format akustik dengan format sound seadanya- mixer plus 2 Huper, grup ini seakan memang dibentuk khusus untuk acara ini. Mungkin memang, mengundang band dari kawan sendiri di kalangan mahasiswa masih menjadi tren selain karena kekuatan relasi, juga untuk menghemat dana-selain juga sebagai sarana exposure ke talent itu sendiri.

Lalu selanjutnya ada Hankestra yang kali ini tampil dengan format akustik. Unit yang sudah menelurkan 2 album ini, “Ops. Kota dan Hujan” dan “Ops. Bismika” mengisi waktu dengan 2 lagu mereka, single terbaru “Krisis” dan “Kita Orang Butuh Istri” yang rencananya akan dimasukkan ke album mereka yang baru mendatang. Tentu lengkap dengan formasi Han pada vokal, Leon pada cajon, Feri di gitar dan Hamdan “Kucing” di bass. Tetapi sayang sekali, meski menjanjikan untuk membawakan 4 lagu, nyatanya perform Hankestra harus disudahi dalam 2 lagu saja.

Akhirnya, orang yang ditunggu-tunggupun datang juga, dengan memakai topi dan kemeja khasnya, Pidi Baiq berjalan ke arah panggung disambut oleh para audiens yang berdiri. Dengan langsung duduk ditemani 2 MC yang sedari tadi memandu acara, Pidi Baiq memulai petualangan logikanya dengan perkenalan khasnya: “Seorang imigran yang diselundupkan di bumi” sambil menyuruh para peserta untuk merapat dan memulai sesi tanya jawab daripada talkshow formal- yang mana sudah penulis duga akan terjadi.

Di samping memberikan petuah-petuah Argumentum in absurdum-nya, Ayah, begitu sapaannya juga membawa sebuah gitar milik Iksan Skuter. Seperti tertulis di awal, sebagai Imam Besar The PanasDalam Bank, sebuah unit musik sekaligus republik yang didirikannya, Pidi Baiq merupakan otak di balik segala lirik-lirik The PanasDalam. Langsung saja ia membawakan lagu yang ia beri judul “Kucing adalah Anjingku” yang terdengar “tidak masuk akal”, namun pada akhirnya memuat makna filosofis yang dalam: Bahwa musuh terbesar seorang manusia adalah dirinya sendiri.

Sesi diskusi dan tanya jawab berlangsung hangat. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul juga variatif, dari yang literal hingga liberal. Mungkin para peserta sudah bersiap-siap mengikuti alur berpikir ayah sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan yang mengernyitkan dahi seperti, “Kenapa namanya Pidi BAIQ, bukan Pidi JAHAT?” dan sebagainya.

Setelah memuaskan diri di Aula Rumah Sakit UMM, acara dilanjutkan pada malam harinya di Warung Srawung dalam bentuk Meet and Greet. Sudah bukan rahasia lagi, Pidi Baiq berteman baik dengan si empunya warung ini, Iksan Skuter yang sekarang berdomisili di Bandung. Tetap dengan format tanya jawab seperti di Rumah Sakit UMM, namun lebih intim. Di Warung Srawung, diskusi berjalan lebih detail mengenai novelnya Dilan dengan satu penonton menanyakan beberapa hal di dalam novel tersebut. Tentunya dengan jawaban yang “agak serius” kali ini dibandingkan sebelumnya. Acara intim inipun diakhiri dengan foto bersama panitia bersama penonton dengan Ayah Pidi Baiq sebelum beliau lanjut dalam sesi santai ngopi dan bincang-bincang dengan beberapa teman di Malang dan akhirnya berpamitan dengan kota yang semakin hari semakin ramai akan pendatang ini.

-KMPL- (@randy_kempel)